Sejarah Karangsari

Sejarah

           Kelurahan Karangsari dalam sejarahnya berasal dari kumpulan desa-desa yang ada di sekitar wilayah kelurahan ini. Setidaknya terdapat tiga desa yang bergabung menjadi wilayah Karangsari yakni Desa Karanggeneng, Desa Srondeng, dan Desa Betah Malang.

  1. Karanggeneng

            Desa pertama yang dibahas adalah desa Karanggeneng. Berdasarkan lokasinya, pada zaman dahulu desa ini merupakan desa yang terletak di wilayah paling selatan dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Karena letaknya yang berada di paling selatan desa ini berada atau berbatasan dengan jalan utama atau jalan raya Kendal-Semarang. Sedangkan di bagian lainnya wilayah ini berbatasan dengan kali atau sungai dengan desa di sekitarnya. Desa Karanggeneng memiliki karakteristik atau ciri yang berbeda jika dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya.

            Tanah yang ada di desa ini berbentuk geneng atau merupakan tanah yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya. Hal ini dikarenakan wilayah atau desa-desa lain disekitar wilayahnya berdekatan atau berbatasan langsung dengan daerah pesisir (laut Jawa). Di wilayah ini terdapat seorang tokoh  yang erat kaitannya dengan ketokohan atau yang dituakan oleh masyarakat Karanggeneng, tokoh yang dimaksud memiliki nama atau sebutan Kek Ireng.

            Dalam hal pengambilan nama Desa Karanggeneng, pemilihan nama didasarkan atas hal-hal tertentu yang menjadi ciri khas atau penanda dari wilayah ini. Masyarakat desa yang ada pada saat itu mengadakan suatu musyawarah besar untuk membahas penamaan dari desa ini. Berbagai pertimbangan kemudian di keluarkan dan disampaikan oleh berbagai pihak. Salah satu pertimbangan nama dikarenakan letak dan karakteristik wilayah atau tanah yang berupa geneng. Pada akhirnya kemudian disepakatilah oleh masyarakat bahwa wilayah diberi nama Desa Karanggeneng.

            Karena lokasinya yang strategis yakni berada di daerah yang berbatasan dengan jalan raya Kendal-Semarang menyebabkan masyarakat Karanggeneng memiliki berbagai profesi. Masyarakat yang ada secara umum berprofesi sebagai petani. Disamping itu juga terdapat masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dan pedagang komoditas antara wilayah. Komoditas yang diperjualbelikan terutama komoditas perikanan yang berasal dari pesisir dan komoditas lainnya.

            Pedagang dari Karanggeneng melakukan perdagangan ke ke berbagai wilayah lain termasuk ke wilayah Weleri yang berlokasi di sebelah barat wilayah Kendal. Meskipun demikian, profesi ini memiliki resikonya sendiri yang harus dihadapi. Dikarenakan jarak perjalanan antar wilayah yang jauh berakibat masyarakat Karanggeneng terkadang mengalami musibah perampokan atau pencurian dari orang yang tidak dikenal. Salah satu peristiwa pencurian atau perampokan yang terjadi terhadap masyarakat Karanggeneng terjadi pada tahun 1894 dan berhasil dikabarkan oleh surat kabar terbitan Hindia Belanda bernama de locomotief.

            Dalam surat kabar yang diterbitkan oleh de locomotief tertanggal 7 Agustus 1894 dituliskan sebagai berikut:

 

Uit Kendal schrijft men ons:

            Niet van belang ontbloot is zeker het volgende waarvoor ik u dan ook beleefd, een klein plaatsje in uw alom gelezen blad verzoek. Op den grooten weg van Boeloe naar Djarakkah, is het alles behalve veilig, voornamelijk ter hoogte van Mlojo, op p. m. 3 paal van Semarang gelegen, en op Kambangan, tusschen paal 4 en 5 van Semarang.

            Naar ik uit goede bron vernomen heb, in daar een handelaar in madapolams, tjitas, eniafkomstig van Kaliwoengoe, beroofd gewoden van al zijn geld en goederen en een vischhandelaar van Kendal uit de desa Karanggeneng, werd op een der genoemde plaatsen beroofd van ruim f 300. Bij mijn onderzoek is gebleken, dat, hoewel ieder inlander…………………………………..

 

            Berdasarkan petikan surat kabar yang ada di atas terdapat berita bahwa di Kendal pada tahun 1894 di Jalan besar atau jalan utama dari wilayah Boeloe ke Djarakkah merupakan wilayah yang tidak aman terutama di daerah Mlojo dan Kambangan. Bahwa terdapat sebuah insiden perampokan yang terjadi terhadap pedagang dari madapolam, chitas, dan Kaliwoengoe serta terdapat pula korban seorang pedagang ikan dari desa Karanggeneng, Kendal yang dirampok dengan kerugian lebih dari ƒ 300 di salah satu tempat di wilayah ini (Brooshooft 1894, 2).

            Dari berita ini dapat diambil beberapa hal bahwa bahwa pada tahun 1894, desa Karanggeneng telah ada dan wilayah ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kendal. Selain itu masyarakat dari desa ini tidak hanya memiliki satu profesi tertentu tetapi juga berprofesi lain termasuk sebagai pedagang ikan yang menjual dagangannya hingga ke wilayah lain. Meskipun pada saat melakukan perdagangan tidak jarang terkena musibah perampokan. Serta kerugian yang diderita oleh masyarakat Karanggeneng cukup besar yang berjumlah lebih dari ƒ 300 yang pada masa itu setara 2-4 bulan gaji guru lulusan kweekschool (sekolah guru).

(artikel surat kabar de locomotief)

            Pada akhir tahun 1800an hingga awal tahun 1900an di wilayah Karanggeneng telah terdapat sebuah administrasi desa. Dalam kurun waktu ini telah terdapat seorang kepala desa atau lurah yang memimpin wilayah. Jabatan ini dipegang oleh seorang bernama Bapak Niti Kusumo. Awal kepemimpinan beliau kurang diketahui tanggal atau waktu pastinya tetapi beliau memimpin Karanggeneng hingga akhir hayatnya pada sekitar tahun 1910 hingga tahun 1918 .

  1. Desa Srondeng

            Desa Srondeng atau sering juga disebut dengan desa Serendeng merupakan desa selanjutnya yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kelurahan Karangsari. Desa ini terbentuk dari adanya gabungan antara dua desa yakni Dukuh Babatan dengan Tanggul Blorong yang terhubung dengan wilayah pesisir atau pantai laut. Wilayah desa Srondeng ini berada di sebelah utara dari desa Karanggeneng atau dapat dikatakan bahwa desa Srondeng ini berbatasan dengan Desa Karanggeneng di sebelah selatan. Karena wilayah Desa Srondeng termasuk ke dalam daerah yang berdekatan dengan daerah pesisir maka di daerah ini sering ditemukan pohon kelapa dalam jumlah yang cukup banyak.

            Dalam hal kemasyarakatan, masyarakat desa Srondeng ini memiliki suatu kebiasaan atau keunikan tersendiri. Ketika terdapat suatu permasalahan yang ada di masyarakat, maka oleh masyarakat desa masalah ini selalu dihubung-hubungkan atau digandeng-gandengkan dengan hal lainnya. Keunikan lainnya dalam hal kemasyarakatan ini dikarenakan banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di wilayah sekitar desa, hal ini dapat dikatakan mempengaruhi kebiasaan masyarakat terutama dalam hal makanan. Ketika masyarakat memiliki suatu hajat atau acara apa saja, mereka tidak ketinggalan untuk membuat lauk untuk makanan. Lauk makanan ini terbuat dari kelapa yang diolah dengan cara diosang-oseng hingga menjadi srondeng.

            Di desa Srondeng terdapat seorang tokoh yang dituakan oleh masyarakat sekitar, Beliau bernama Kyai Slamet. Kyai Slamet dipercaya sebagai keturunan dari Pakubuwono. Beliau dipercaya merupakan tokoh yang membabad alas (membuka lahan) untuk permukiman masyarakat di desa Srondeng. Selain itu, beliau juga menjadi salah satu tokoh yang menyebarkan agama Islam di Kendal bersama dengan Wali Joko dan Wali Gembyang terutama di wilayah Karangsari dan sekitarnya. Beliau dimakamkan di wilayah desa Srondeng dan nama jalan tempat beliau dimakamkan diberi nama jalan atau gang Kyai Slamet. Karena jasanya ini, masyarakat rutin mengadakan pengajian atau shalawatan serta mendoakan beliau di lokasi makamnya yang berada di belakang TPQ Mambaul Ulum.

            Sama seperti msyarakat Desa Karanggeneng, masyarakat Desa Srondeng juga dapat dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki berbagai mata pencaharian. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi wilayahnya yang berdekatan dengan daerah pesisir tetapi juga memiliki daratan yang luas serta subur. Kondisi ini berakibat masyarakat setidaknya terbagi menjadi dua golongan besar dalam mata pencaharian yakni golongan nelayan dan golongan petani.

            Golongan nelayan mereka pergi melaut untuk menangkap ikan yang berada di wilayah utara desa dengan menggunakan kapal mereka. Sedangkan yang tidak memiliki kapal bekerja sebagai abk kapal di kapal milik orang lain. Disisi lain golongan petani menanam padi di lahan sawah mereka. Para petani ini setidaknya menanam padi dalam dua waktu atau dua kali masa panen di lahan mereka. Padi yang dihasilkan dari wilayah ini menjadi komoditas yang dibanggakan atau sebagai hasil bumi utama. hal ini dikarenakan hasil panennya selalu ditunggu tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga dari pihak pemerintah Hindia-Belanda untuk dapat memberikan hasiil sebaik mungkin.

            Salah satu bukti dari hal ini adalah sebuah surat kabar berjudul Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? yang diterbitkan pada tanggal 29 September 1904. Dalam surat kabar tertulis :

 

Gemengde Indische Berichten.

            Volgens te Semarang ontvangen bericht is de bevolking van de dessa's Betah, Ngilir, Bandengan, Srondeng, Balak, Banjoetowo, Malang en Karanggeneng, allen in de afdeeling Kendal, thans druk bozig met het oogsten van het 2e padiegewas. De oogst moet zeer bevredigend zijn, zegt de Loc (Wybrands 1904, 6).        

           

            Dalam surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? dituliskan bahwa dalam kolom Pesan Hindia Campuran, dikabarkan bahwa menurut laporan yang diterima di Semarang, bahwa para penduduk dari desa Betah, Ngilir, Bandengan, Srondeng, Balak, Banjoetowo, Malang dan Karanggeneng mereka sedang disibukkan dalam kegiatan memanen tanaman pagi kedua mereka. Panen yang dilakukan harus sangat memuaskan, kata Loc.

            Selain dari hal-hal ini, Desa Srondeng juga telah terdapat pemerintahan desa. Telah terdapat seorang lurah pemimpin desa yang bernama Bp sarlan yang mulai memimpin desa pada tahun 1909. Beliau memimpin secara terus menerus selama 11 tahun dan kepemimpinan beliau berlangsung hingga tahun 1920 ketika beliau meninggal dunia. Pada tahun ini di wilayah Desa Srondeng terdapat wilayah kosong yang menjadi pemisah dengan wilayah Desa Karanggeneng. Oleh karena hal ini, pada tahun 1921 wilayah desa Srondeng dengan wilayah kosong ini digabungkan oleh pemerintah. Hasil dari adanya penggabungan wilayah ini kemudian terbentuklah desa baru bernama Desa Karangkembang.

            Desa Karangkembang ini kemudian dipimpin oleh seorang lurah hasil dari musyawarah dengan warga masyarakat yang terpilih bernama Bapak Sumoseneng. Beliau memimpin wilayah Desa Karangkembang selama kurang lebih dua belas tahun yakni sejak tahun 1921 hingga tahun 1933. Pada tahun 1933 diadakan kembali musyawarah untuk menentukan lurah desa, hasilnya kemudian terdapat lurah baru yang memimpin desa ini sejak tahun 1933 yang bernama Bapak Abraham.

  1. Desa Betah Malang

            Desa ketiga yang menjadi cikal bakal Kelurahan Karangsari adalah Desa Betah Malang. Desa ini berada di daerah yang tanahnya berbentuk rawa-rawa yang berbatasan langsung dengan pantai Laut Jawa. Di wilayah ini juga ditemukan banyak sekali pohon betah yang banyak tumbuh di tepi sungai atau Kali Blorong. Sama seperti desa Srondeng bahwa masyarakat di desa ini secara garis besar terbagi menjadi dua golongan pekerjaan yakni nelayan karena lokasinya yang sangat strategis berbatasan dengan Laut Jawa, serta golongan petani yang menanam sawah di lahan-lahan yang ada di sekitar wilayah ini.

            Dalam sejarahnya, terdapat seorang yang dikenal sebagai sesepuh atau yang dituakan yang bernama Bapak Telewah. Beliau juga sebagai orang yang bubak yoso atau orang yang pertama kali membuka lahan untuk dijadikan sebagai tempat permukiman. Pada saat membuka lahan ini, Bapak Telewah mendapati bahwa di desa itu terdapat sebuah pohon betah yang tumbang dengan kondisi melintang di tengah sungai blorong. Karena hal ini kemudian desa ini diberi nama Desa Betah Malang yang berasal dari pohon betah yang malang atau dalam Bahasa Indonesia berarti melintang atau menghalangi.

            Sama seperti desa sebelumnya bahwa di desa ini telah ada pemerintahan desa. Yang tercatat bahwa pada tahun 1911 wilayah ini dipimpin oleh Bapak Kartowijoyo. Beliau memimpin desa ini kurang lebih selama 21 tahun atau hingga tahun 1932 ketika beliau meninggal dunia. Ketika Bapak Kartowijoyo meninggal dunia untuk dapat melanjutkan pemerintahan desa, masyarakat kemudian mengadakan pemilihan. yang dipilih pada saat itu adalah Bapak Muhsan. Meskipun demikian, Bapak Muhsan hanya sebentar memerintah wilayah Desa Betah Malang. Beliau Kurang lebih hanya memimpin selama satu tahun karena pada tahun 1933 beliau berhenti dari jabatannya dalam memimpin wilayah Betah Malang.

            Sebagai akibat dari kondisi ini, pada tahun 1933 wilayah Desa Betah Malang mengalami kekosongan kepemimpinan. Karena kondisi desa Betah Malang yang sempit dengan Kepala Keluarga yang hanya berjumlah sekitar 28 KK, maka oleh pemerintah Hindia-Belanda pada saat itu memutuskan untuk menggabungkan antara Desa Betah Malang dengan Desa Karangkembang. Keputusan ini diambil oleh pemerintah setempat yang kemudian disetujui oleh masyarakat kedua desa pada saat itu. Sehingga pada akhirnya terbentuklah sebuah desa baru yang bernama Desa Karangsari. Desa ini yang kemudian berkembang menjadi kelurahan dan yang dikenal hingga saat ini.

 

Kelurahan Karangsari

             Ketika terjadi penggabungan wilayah antara Desa Karangkembang yang dipimpin oleh Bapak Abraham dengan Desa Betah Malang, kemudian terbentuklah satu desa besar yang diberi nama Desa Karangsari. Bapak Abraham yang sebelumnya menjabat sebagai pemimpin Desa Karangkembang sekarang diberikan jabatan sebagai Kepala Desa Karangsari. Nama Karangsari ini tetap dikenal dan seperti yang dikenal saat ini. Beliau memimpin Karangsari selama kurang lebih 9 tahun yakni sejak tahun 1933 ketika Desa Karangsari berdiri pertama kali berdiri hingga tahun 1942 akhir ketika beliau berhenti dari jabatannya sebagai lurah.

            Pada masa kepemimpinan Bapak Abraham tidak terdapat banyak catatan yang ada terkait dengan kepemimpinannya. Hanya terdapat beberapa surat kabar Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa setelah 1933 telah terdapat Desa atau Kelurahan yang bernama Karangsari di wilayah Kendal. Dari sumber-sumber surat kabar dapat dikatakan bahwa pada masa kepemimpinannya beliau memimpin secara jujur dan berusaha meningkatkan wilayahnya melalui berbagai hal.

            Selain dari hal ini, juga terdapat informasi bahwa masyarakat Karangsari telah berkontribusi dalam bidang olahraga. Bahwa pada tahun 1937 terdapat surat kabar Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië yang diterbitkan pada tanggal 20 Januari 1937. Dalam surat kabar ini terdapat informasi bahwa masyarakat Desa Karangsari telah berkontribusi terhadap stadion sepak bola Kendal yang diresmikan pada tahun 1936. Dalam surat kabar bahwa Desa Karangsari, Petukangan dan Bandengan berkontribusi dalam pembangunan stadion sepakbola. Karangsari menyumbang dana dari total yang tersedia untuk konstruksi sebesar ƒ 3.500 dan tidak dipesan sehingga uang yang dikeluarkan oleh desa praktis tidak berguna.

            Kepemimpinan Bapak Abraham berhenti pada tahun 1942 ketika beliau berhenti dari jabatannya sebagai Lurah Karangsari. Dikarenakan pada tahun itu di wilayah Indonesia terutama wilayah Kendal ini telah dikuasai oleh Pemerintahan Pendudukan Jepang maka oleh pemerintahan Jepang dipilihkan seorang pemimpin desa dari masyarakat Karangsari. Pada saat itu yang dipilih sebagai pengganti adalah Bapak H. Syafiie yang mulai menjabat sejak tahun 1942. Jabatan ini terus berlanjut bahkan ketika pemerintah Jepang pergi dari Indonesia dan digantikan oleh pemerintah Republik Indonesia.

            Pemerintahan Bapak H. Syafiie terus berjalan hingga periode pemerintahan Presiden Soeharto. Bahkan pada tahun 1981, terdapat pengangkatan jabatan perangkat kelurahan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Gubernur Jawatengah melalui Surat Gubernur. Hal ini didasarkan surat pengangkatan Pegawai Negeri Sipil No. 01/SE/1981; 3/Surat-Gub. Jateng tanggal 19 Januari 1981 No. 813/1089. Mulai tanggal 1 Januari 1981, Lurah Karangsari beserta dengan Pak Carik atau juru tulis Kulurahan diangkat menjadi PNS Golongan II/A, serta lainnya diangkat menjadi PNS Golongan I/A masing-masing berdasarkan pendidikan lulusan Sekolah Dasar. Dengan adanya pengangkatan ini terjadi perubahan status jabatan dari yang semula menjabat sebagai Pamong Desa Karangsari sekarang berubah menjadi Perangkat Kelurahan Karangsari. Dalam perangkat kelurahan, terdapat pembagian tugas kerja:

-       Kepala Kelurahan

-       Urusan Umum

-       Sekertaris Kelurahan

-       Urusan Kesra

-       Urusan Pemerintahan

-       Urusan Keuangan

-       Urusan Ekonomi Pembangunan

 

            Dalam pembagian ini nama-nama perangkat desa yang telah mendapat pengangkatan sebagai perangkat kelurahan adalah sebagai berikut:

  1. Syafiie sebagai Kepala Kelurahan
  2. A. Nur Thoha Sekretaris Kelurahan
  3. Sapi’I Urusan Pemerintahan
  4. Tasrip sebagai Urusan Ekonomi, dan Pembangunan
  5. Muazar sebagai Urusan Kesra
  6. Sukimin sebagai Urusan Keuangan
  7. Solichin sebagai Urusan Umum

            Selain dari nama-nama diatas tetap terdapat Pamong Desa yang belum diangkat, dan masih aktif bekerja di Kelurahan adalah sebagai berikut:

  1. Sanusi Kamituwo (Urusan memimpin dan mengorganisasi wilayah bagian desa yang lebih kecil, dalam UU Pemerintahan dikenal dengan Kepala Dusun (Kadus))
  2. Tjasman Kapetengan (Urusan berkaitan dengan alam ghaib)
  3. Sujaman Kapetengan
  4. Rawijan Kebayan (Urusan data-data desa)
  5. Sarmin Kebayan
  6. Suroso Ulu-ulu (pelaksana teknis pembantu Lurah bidang pembangunan dan kemakmuran)
  7. Chasan Modin (urusan keagamaan seperti dalam urusan pernikahan dan kematian)
  8. Nursalim sebagai Modin Kulurahan

            Lurah Karangsari dalam perkembangannya terus mengalami pergantian dari waktu ke waktu. Urutan daftar lurah Karangsari dari awal setidaknya sebagai berikut :

  1. Bapak Abraham (1933 – 1942)
  2. Bapak Haji Syafiie
  3. Bapak Djoezar
  4. Shobirin
  5. Ediy Agustistiyono S. E.
  6. Sunarto S. E.
  7. Susi Susilowati S. Sos.
  8. Anang Widyasmoro S. Stp.
  9. Bapak Utomo
  10. Syambas Rayadi S. E.
  11. Bapak M. Arkom
  12. Ediy Agustistiyono S. E.
  13. Saifudin S. Sos.
  14. Mujiono S. E.
  15. Bapak Sunaryo
  16. Seto Aryono S. Sos.
  17. Gatot Tunggul Wulung S. Sat.
  18. Jupriyono S. H.
  19. Ahmad Basuki S. Sos. (2022 – Sekarang)